Menurut statistik Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan (MOHW), sejumlah 138 ribu pelaporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tercatat di Taiwan tahun lalu, rata-rata satu orang mengalami KDRT dalam waktu kurang dari empat menit. Yang patut diperhatikan adalah, sekitar 3% di antaranya adalah kasus KDRT terhadap orang tua oleh anak di bawah umur.
Hubungan ibu-anak memburuk, anak dorong ibu, banting ponsel ibu hingga rusak
Dari kecil menyaksikan ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh ayahnya dan tak tahan dengan disiplin keras ibunya, remaja berusia 15 tahun ini melampiaskan frustrasinya lewat permainan ponsel dan menolak ke sekolah. Hubungan ibu dan anak memburuk. Suatu kali saat cekcok, sang anak memukul dan mendorong ibunya serta membanting ponselnya hingga rusak.
==Chiu Shu-hua // CEO Yayasan Wanita Modern (MWF)==
Tumbuh dalam keluarga yang diselimuti oleh KDRT
Jadi ia menyaksikan berbagai kekerasan
Maka aksi kekerasan ini
Akan berdampak pada kondisi psikologisnya
Lingkungan sosial dinamis, alasan anak jadi pelaku kekerasan relatif kompleks
Yayasan Wanita Modern (MWF) menyampaikan, pada kasus KDRT oleh anggota keluarga muda terhadap yang tua dalam beberapa tahun terakhir, pelaku anak di bawah umur mencapai sekitar 3%, mayoritas adalah remaja usia 12-16 tahun. Sebagian anak berasal dari keluarga berkonflik tinggi, mayoritas korbannya adalah ibu. Namun, seiring dinamika lingkungan sosial dan meningkatnya tekanan eksternal, alasan mengapa anak di bawah umur menjadi pelaku relatif kompleks.
==Wu Zi-ying // Sekretaris eksekutif Yayasan Wanita Modern (MWF)==
Zaman sekarang ada sebagian anak yang takut diomel
Kalau kita sering omel
Ia mungkin bakal berontak
Kemudian mungkin akan muncul beberapa perilaku ini
Anak keluarga tak bermasalah juga bersikap agresif, biasanya ibu jadi korban agresi
MWF menyampaikan, ada juga keluarga yang tidak memiliki masalah namun anaknya juga menunjukkan perilaku agresif. Biasanya, ibu baru meminta bantuan setelah diserang berkali-kali atau anak mereka kerap lepas kendali di luar. Jika masyarakat memiliki lebih banyak pemahaman dan dukungan, mereka tidak akan lagi tak berdaya untuk mengatasi hal ini, kemudian memadukan sumber daya komunitas dengan sistem konseling sekolah untuk mengarahkan perilaku anak, sehingga tidak menautkan terlalu dini remaja di bawah umur dengan konotasi negatif.