Pasca pandemi, pekerja migran belum bisa masuk sektor jasa

Pasca pandemi, Taiwan mengalami krisis SDM yang serius. Beberapa sektor industri berharap dapat merekrut PMI, namun, hingga saat ini sektor jasa belum tercakup. Karena itu, banyak pelajar asal Asia Tenggara yang datang ke Taiwan untuk kuliah sambil bekerja paruh waktu. Pihak sekolah menyediakan biaya hidup, dan setelah lulus kuliah mereka dapat mengajukan izin kerja untuk menetap di Taiwan.

Mahasiswa asal Asia Tenggara di Taiwan sudah bekerja sedari kuliah

Pria asal Vietnam yang berusia 27 tahun ini telah tinggal di Taiwan selama lima tahun, dan baru saja lulus dari Universitas Tungnan. Sebenarnya, sejak tahun ketiga dan keempat kuliah, ia sudah mulai mencari pekerjaan. Meskipun belajar di bidang teknologi informasi, pekerjaan yang ia jalani adalah membangun set panggung di studio stasiun televisi.

==Nguyen Van Dung // Lulusan perantauan==
Karena kalau saya ingin tetap tinggal di Taiwan
Mencari pekerjaan yang sesuai bidang yang saya pelajari
Tidak mudah, sangat tidak mudah

Agen pendidikan: Jumlah pelajar perantauan di Taiwan meningkat setiap tahun

Sesuai peraturan, apabila pemberi kerja mempekerjakan mahasiswa asing, mereka hanya boleh bekerja hingga 20 jam per minggu selama masa perkuliahan, dan 40 jam per minggu saat libur semester. Chen Pai-mei telah menjalankan agen pendidikan luar negeri sejak sebelum pandemi, dan kini sudah berjalan enam tahun. Jumlah pelajar Tionghoa perantauan yang mendaftar melalui lembaga miliknya untuk belajar di Taiwan – baik di sekolah kejuruan, program sarjana, maupun magister – terus meningkat dari tahun ke tahun.

==Chen Pai-mei // Agen pendidikan luar negeri==
Kebanyakan orang memilih jalur pekerja migran
Biaya jasa agensi mereka jauh lebih mahal
Bisa beberapa kali lipat lebih tinggi
Sementara biaya agen pelajar asing lebih rendah
Mereka juga bisa balik modal lebih cepat

Pelajar asing dapat jadi solusi kekurangan SDM seiring angka kelahiran menurun

Dibandingkan dengan pekerja migran, biaya yang diperlukan untuk datang ke Taiwan sebagai pelajar perantauan bisa tiga hingga empat kali lebih murah. Selain itu, jika merasa tidak cocok dengan pekerjaannya, pelajar perantauan juga lebih mudah untuk berpindah kerja tanpa harus membayar biaya tambahan. Dengan mempertimbangkan bahwa sekolah membutuhkan mahasiswa untuk mengisi kekurangan akibat penurunan angka kelahiran, dan pemerintah juga membutuhkan tenaga kerja, jalur pendidikan tampaknya memberikan keuntungan ekonomi yang lebih besar dibandingkan jalur pekerja migran. Namun, fenomena ini juga memunculkan kekhawatiran akan praktik seolah belajar, namun sebenarnya bekerja.