Mayoritas PMA yang mengalami pelecehan seksual tidak memiliki bukti

Jonathan
發布時間: 更新時間:

Serangkaian kasus pelecehan seksual baru-baru ini terungkap di masyarakat Taiwan, yang pada akhirnya memicu gerakan #MeToo. Kasus pelecehan seksual juga sering terjadi pada pekerja migran namun jarang dilaporkan, karena sebagian besar korban tidak memiliki bukti nyata sehingga tidak berani melaporkan dan sebagiannya lagi tidak tahu mau melapor ke mana.

Drama “Port of Lies” tayangkan adegan PMA yang dilecehkan secara seksual

Dengan dalih memberikan uang, majikan mengulurkan tangan dan menyentuh pantat PMI. Segmen drama “Port of Lies” yang populer di Taiwan baru-baru ini mungkin telah dialami banyak PMA dalam kehidupan nyata.

Gerakan #MeToo berlanjut di Taiwan, namun korban PMA memilih untuk diam

Taiwan sempat digemparkan gerakan #MeToo yang meluas di kalangan selebriti dan politik, menyebabkan sebagian pelaku meninggalkan karir yang digelutinya dan sebagian orang harus menghadapi tuntutan hukum, sehingga Yuan Legislatif segera meloloskan revisi tiga hukum kesetaraan gender. Namun, ada sekelompok orang di Taiwan yang juga sering mengalami pelecehan serupa dan hanya bisa diam karena relasi kuasa antara majikan dan pekerja. Mereka adalah PMA yang kasusnya hanya akan terkuak jika sudah melibatkan perkosaan.

GANAS terima 2-3 laporan kasus pelecehan seksual PMA per minggu

Fajar, pendiri organisasi GANAS, mengatakan pihaknya menerima konsultasi kasus PMI yang dilecehkan secara seksual, dengan rata-rata 2-3 kasus per minggu, dan korban pelecehan seksual tidak terbatas pada wanita dan pekerja informal saja.

Hubungi saluran pelaporan 1955, 110, 113 jika terjadi pelecehan seksual

Fajar mengingatkan para PMA, begitu mengalami pelecehan seksual di tempat kerja atau dalam kehidupan, mereka harus terlebih dahulu menenangkan diri dan memperingatkan pelaku untuk berhenti, kemudian PMA dapat menggunakan rekaman suara ataupun video sebagai bukti dan menghubungi 110 untuk lapor polisi. Selain itu, mereka yang tidak bisa berbahasa Mandarin dapat menghubungi saluran 1955, atau saluran khusus perlindungan wanita dan anak 113 yang tersedia dalam lima bahasa termasuk bahasa Indonesia, Thailand dan Vietnam.